Dina Hanif Mufidah

Dina Hanif Mufidah, guru di lingkungan Majlis Dikdasmen PCM GKB Gresik, yang bertugas sebagai Kepala SD Muhammadiyah Giri Gresik. Lahir di Sidoarjo, Jawa Timur ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Juminten Sayang, Juminten yang Malang (Tantangan Gurusiana hari ke 7)

Juminten Sayang, Juminten yang Malang (Tantangan Gurusiana hari ke 7)

Saya setuju dengan Prof. Budi Darma dalam ulasannya, bahwa Juminten adalah perempuan yang patut dikagumi sekaligus dikasihani. Mengapa? Karena sebagai perempuan tradisional ia hanya milik suami. Dan sebagai anggota masyarakat ia semata sebuah komponen.Ia terbentuk oleh kehendak kehendak dari luar, bukan dari kehendak dalam dirinya sendiri.

Seketika saya berkhayal, mentransfer jiwa dan fikiran saya menjadi Juminten. Saya akan bilang ke Panuwun, suami yang saya cintai, tentang efek samping dari perintahnya memanjangkan rambut, sementara sebenarnya saya ingin memendekkannya. Efek samping ini terdiri dari efek sosial dan efek kepribadian saya sendiri. Saya akan lebih cantik dan menarik perhatian. Bagaimana kalau ada laki laki lain yang tergoda? Seperti Kang Nardi. Padahal suami sering jauh berada? Bukankah itu berbahaya? Karena sebagai wanita biasa , cobaan terberat adalah menahan pengaruh pujian dan perhatian. Entahlah,kaum perempuan punya kebutuhan berlebih akan asupan pujian dan perhatian ini.Sampai harus mencari dari luar yang bukan haknya. Biasanya kasusnya karena dosis yang kurang atau format itu itu saja dari yang seharusnya berkewajiban memberikan.

Lalu untuk obat penyubur rambut yang dibelikan Panuwun untuk Juminten. Katanya, baunya bikin alergi dan puyeng. Kalau saya , sudah saya biarkan saja di meja rias. Lebih baik cari lidah buaya atau “ngerajang” sendiri daun mangkokan. Kan bisa bicara terus terang ke Panuwun, bukan diam saja pura pura suka. Biar suamimu gak susah susah cari merk lain yang lebih mahal, dan buang uang. Toh tetap menyiksa Juminten saat memakainya. Piye sih, Ten?

Ah, sudahlah. Namanya juga cinta. Juminten bukan saya. Dia gambaran wanita serhana yang tak punya pilihan. Dia memilih mengikuti kehendak orang lain agar mudah diciintai. Sementara saya adalah perempuan yang tumbuh dengan kemandirian memilih, karena kondisi. Dan terlanjur menghirup dalam dalam udara emansipasi, tapi untunglah masih mengikatkan kaki dan hati pada tali pedoman hidup yang saya yakini benar.

Saudara saudara, begitulah yang bergelayut dalam fikiran saya setelah semalam membaca salah satu cerpen dalam buku kumpulan cerpen “ Lampor” pilihan Kompas 1994. Judulnya “Rambutnya Juminten” karya Ratna Indraswari Ibrahim.

Berkisah tentang perempuan muda desa yang cantik rupawan bernama Juminten yang bersuamikan Panuwun,lelaki sederhana, seorang buruh pabrik di kota. Panuwun merasa memiliki Juminten seutuhnya. Kehendaknya yang mengatur laku hidup istrinya. Kehadiran Nardi,lelaki berstatus sosial lebih tinggi yang tertarik pada kecantikan Juminten, membuatnya semakin menekan Juminten dalam kendalinya. Poor Juminten!

Saya tertarik menuliskan apa yang saya fikirkan setelah membaca “Rambutnya Juminten” karena langsung mengingatkan saya pada saat awal menikah dulu. Rambut saya panjang sepinggang. Tebal dan ikal. Suami saya bilang bagus cukup begitu, tak perlu dibiarkan lebih panjang lagi. Tapi saya berubah fikiran, menyampaikan berbagai alasan dan memutuskan memotongnya jadi sebahu. Beliau setuju saja. Toh diluar saya melindunginya dengan hijab juga, he he he! Hanya dia lelaki bukan muhrim yang bisa memandangnya.

Kembali ke “Lampor” saya mendapatkan buku ini secara online dari sebuah tok buku di Banjarmasin. Saya beli dengan beberapa buku lainnya yang saya anggap bagus dan langka. Terbitan Kompas, tahun 1994. 26 tahun yang lalu! Dalam buku ini ada 16 cerpen terbaik yang diseleksi ketat dari semua cerpen yang dimuat harian itu dalam setahun. Saya sempat membaca 3 cerpen terbaik lainnya. Ada “Lampor” karya Joni Ariadinata, “Ibu Bonar” karya Palti R.Tamba dan “Klandestin” karya Seno Gumira Ajidarma. Bagus bagus, snapshoot kehidupan yang tertuang dalam rangkaian kata penulis penulis berkelas ini. Kapan kapan saya ceritakan kisah keren dari cerpen cerpen lainnya ya!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Juminten. Sip. Ditunggu kisah cerpen lainnya

22 Jan
Balas

Terima kasih apresiasinya.Saya akan mengulas tentang kisah perempuan lagi, Ibu Bonar....

22 Jan



search

New Post